Keraton Surakarta : Perpaduan Kemegahan Eropa dan Keunikan Jawa.
Keraton
Surakarta (Solo) atau disebut sebagai Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat merupakan keraton dengan gaya dan arsitektur yang sangat
unik. Keraton ini tertelak di kota Surakarta biasa disebut dengan nama
Solo yang berada di Propinsi Jawa Tengah. Keraton Solo merupakan perpaduan yang khas antara gaya eropa
dan etnik Jawa dalam setiap sudut dan tata ruang Keraton. Secara
sejarah Keraton Solo di bangun oleh Pakubuwono II sekitar tahun 1744.
Berbicara tentang Keraton, tak lepas dari sejarah kerajaan-kerajaan
islam yang penah berjaya di tanah jawa. Ketika Kerajaan Islam Pajang
mulai memperlihatkan titik surut, maka mulailah berdiri kerajaan mataram
yang didirikan oleh Sultan Ageng Hanyokrokusumo. Dalam beberapa dekade,
kerajaan ini sangat kuat dan jaya, namun akhir kerajaan Mataram Islam
tidaklah semanis masa jayanya.
Kerajaan Mataram Islam harus terpecah
menjadi dua bagian barat dan timur pada tahun 1755 dengan sebuah
perjanjian yang disebut perjanjian Giyanti. Dalam kesepakatan tersebut
membagi Mataram Islam menjadi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang
berada di sebelah barat kali Opak Prambanan dan Keraton Surakarta
Hadiningrat yang berada di sebelah timurnya. Untuk sisi sebelah barat
telah dikupas ditulisan sebelumnya dan sekarang lebih mengenal tentang
Keraton Solo yang merupakan perpaduan antara kemegahan Eropa dan Keunikan etnik Jawa yang mempesona.
Keraton
Surakarta atau Solo terletak di selatan Jawa Tengah, Berada di
koordinat 7° 34′ 0″ LS, 110° 49′ 0″ BT. Surakarta sendiri berbatasan
dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah
utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur
dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Apabila Petualang
hendak menuju ke Keraton Solo ini, sangat mudah terjangkau dari
berbagai penjuru. Bisa dari sisi barat dimulai dari Jogjakarta – Klaten
– Kartosuro (Pertigaan Tugu ke kanan) – Silakan lurus menuju Patung
Slamet Riyadi (Beteng Vasdenburg ke kanan) – Alun alaun – Keraton.
Apabila dari Semarang bisa melalui rute Ungaran – Bawen – Salatiga – Boyolali – Kartosuro (Pertigaan Tugu lurus) – Patung Slamet Riyadi – Keraton.
Perjalanan dari Jogjakarta hanya sekitar
1.5jam dengan track normal, atau dari Semarang hanya sekitar 2 jam
dengan kondisi lalu lintas yang tidak macet. Setelah melewati patung
Slamet Riyadi, Petualang akan menuju ke arah alun-alun dengan jalanan
yang sangat sejuk karena jalanan ditumbuhi oleh pohon beringin yang
sangat besar. Untuk alun-alun sendiri memang tidak bisa masuk bebas
leluasa seperti alun-alun yang ada di keraton Jogja,
karena alun-alun solo tersebut diberi pagar melingkar disemua sisinya.
Namun petualang bisa masuk dari beberapa pagar yang ada di empat sisi
alun-alunnya.
Setelah
melewati alun-alun silakan untuk menuju istana yang sangat megah,
Petualang disarankan untuk pelan berkendara karena pintu gerbang Keraton
Solo ini memang agak tidak mudah ditemukan. Petualang silakan menuju
pintu gerbang utara (Kori Wijil) karena gerbang inilah yang
memang disediakan untuk pengunjung yang hendak memasuki Keraton
Surakarta. Pemandangan pertama kali yang akan ditemui oleh Petualang
adalah bagunan pintu gerbang yang berwarna biru (Kori Brajanala atau Kori Gapit) dan menara tinggi yang sangat unik (Panggung Sangga Buwana).
Petualang bisa membeli tiket didepan pintu tersebut dan parkir
disekitar area didepannya. Atau berbelok ke kiri mengikuti jalan sekitar
100 meter lalu berbelok ke kanan, maka akan Petualang temukan pintu
masuk yang lain.
Apabila membeli tiket dari pintu gerbang utara memang bisa mengabadikan beberapa landscape yang sangat terkenal tersebut, yaitu pintu berwarna biru (Kori Kamandungan) dan
menara yang berdiri megah. Apabila dari pintu yang satunya, maka akan
didapati pemandangan yang serba biru di dinding namun hijau lumut
dilantainya. Untuk harga tiket masuk Keraton Surakarta atau Solo cukup
terjangkau, hanya sekitar Rp. 10.000,- untuk Petualang umum. Bagi
Petualang yang ikut rombongan atau pelajar sekolah, harga tiket bisa
lebih murah. Namun bila Petualang merupakan foreigner tiket
masuk Keraton Surakarta hanya Rp. 12.500,-. Itu belum termasuk biaya
parkir sebesar Rp. 2.000,-. Apabila Petualang membawa Kamera, maka
ditambah biaya sebesar Rp. 3.500,-. Hmm, cukup terjangkau dan murah
bukan?
Beberapa buah tangan juga disediakan oleh
Keraton sebagai kenangan kalau pernah berkunjung ke Keraton Surakarta.
Letaknya persis didepan pembelian tiket digerbang sebelah timur.
Petualang akan memasuki dua tempat di Keraton Surakarta, bagunan tersbut bernama Bangsal Smarakatha disebelah barat dan Bangsal Marcukundha di
sebelah timur. Bagunan ini sangat unik dan menyimpan berbagai hasil
kebudayaan orang jawa dimasa dulu. Petualang bisa menuju ke taman yang
berada disebelah belakang pintu masuk. Tips : Silakan Petualang memakai
sepatu, karena pihak Keraton Solo tidak memperbolehkan Petualang
berjalan di area taman dengan memakai sandal, topi, kacamata dan celana
pendek. Bagaimana jika tidak memakai sepatu? Nah, silakan Petualang
untuk berjalan tanpa alas kaki (nyeker) dengan menitipkan sepatu ke Abdi Dalem Keraton. Keraton Solo juga menyediakan kain batik jarik apabila Petualang memakai celana pendek.
Didalam
taman ini terdapat bangunan seperti kedhaton yang panjang juga unik,
dengan bebatuan marmer yang sangat megah. Dibuat memanjang dihiasi
dengan ornamen ala jawa di pilar penyangganya dan atap bangunan yang
mengkerucut mirip seperti rumah joglo jawa tengah. Tanah di taman ini
bukan tanah pada umumnya, namun merupakan pasir yang berasal dari pantai
laut selatan. Jadi, Petualang yang berjalan tanpa alas kakipun nyaman
ketika memutari seluruh area taman. Selain lantai yang berpasir, taman
ini juga terdapat tanaman sawo kecik yang tertata rapi berjajar
berjumlah 76 pohon. Didepan kedhaton panjang tersebut terdapat bangunan
pendopo yang megah dan mewah. Pendopo yang bernama Sasana Sewaka tersebut
dihiasi berbagai macam patung dengan gaya yunani atau eropa kuno.
Patung bergaya eropa tersebut tepat berada didepan pendopo yang
berjumlah lebih dari 6 buah. Memang sangat unik, keraton dengan gaya
arsitektur etnik jawa dengan beberapa hiasan patung model eropa.
Setelah menilik taman yang nyaman dan
sejuk, Petualang bisa melanjutkan ke bangunan sebelahnya dekat dengan
pintu masuk. Didalam bangunan tersebut terdapat beberapa karya dan
budaya warisan kerajaan jaman dulu. Mulai dari era hindu-budha hingga
kerajaan Islam. Hampir mirip dengan Keraton Jogja yang menyimpan
berbagai pusaka dan hasil budaya Jawa. Terdapat juga sisilah dinasti
Mataram dari Ki Ageng Pemahanan hingga Pakubuwana IX. Beberapa artefak
dan patung peninggalan kerajaan jamam dulu juga terdapat dibangunan
tersebut, seperti batu candi, patung dewa, dan peninggalan yang laain.
Beberapa
warisan budaya seperti gong beri, aneka dolanan jawa, patung raja duduk
di singasana, berbagai macam andong (dokar / delman) yang menjadi alat
transportasi raja jaman dulu kala. Juga beberapa sample peralatan yang
digunakan oleh orang-orang jawa seperti gejog lesung, bokor tempat
menanak nasi yang berukuran besar. Kalau di Keraton Jogja
ada lukisan yang unik dan mistis, maka di solopun juga terdapat lukisan
tersebut. Ketika Petualang melihat bagian lukisan tersebut, seolah-olah
bagian dari gambar lukisan tersebut mengikuti ke arah kemana Petualang
melihatnya. Karya yang luar biasa.
Diluar bagunan juga terdapat kayu jati
wungu yang merupakan potongan kayu peninggalan sunan, jati ini hampir
mirip dengan jati yang terdapat di Masjid Agung Demak atau Masjid Sekayu yang ada di kota Semarang.
Selain itu, terdapat sumur tua yang airnya sangat jernih, beberapa
Petualang memanfaatkan untuk berwudhu dan memcuci muka. Silakan untuk
minta air tersebut kepada abdi dalem keraton solo, dengan memberi infak
sekedarnya. Mirip di Keraton Jogja
dimana ketika Petualang masuk ke area batik di keraton Jogja, maka akan
ditemui sebuah sumur tua yang digunakan untuk perawatan kuda, namun
tidak bisa merasakan segarnya sumur tua tersebut. Keraton Surakarta
memang menyimpan keunikan tersendiri. Walaupun hanya sekilas dan kecil,
namun mengagumkan untuk datang dan melihat perpaduan yang unik dari dua
budaya yang berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar